penulis: VR Umbas
Sulutlink.com, Korea. Menjadi penyelenggara FIFA World Cup 2002, membuat negara ini jadi pusat perhatian dunia. Di negara penghasil gingseng inilah tak kurang dari seratus orang (data observasi, red) Tou Kawanua pun menggantungkan kehidupannya.
Mereka tersebar di berbagai bidang lapangan kerja yang rata-rata membutuhkan manusia. "Ya, dari pada minum-minun di lorong kong bakalae terus, lebe bae jo di sini kong boleh sadiki tatamba bagus tu idop toh,"tegas Reinhard yang sudah sepuluh tahun bermukin di Korea.
Pemuda asal Makeret Manado ini, mengaku betah tinggal di Korea dan akan terus mencari "sesuap nasi" di negeri gingseng itu. Hal itu juga diakui oleh James yang asal Langoan. James (37) kini malah sedang berpikir untuk menetap di negera para Chaebol ini. Keputusan ini diambil karena, kondisi ekonomi yang kurang menguntungkan yang dialami oleh Indonesia tidak mungkin bisa menjamin kehidupannya yang sudah berkeluarga.
Lain dengan Michael dan Anda' yang suami istri, justru telah 2 kali pulang kampung. Seperti juga yang dialami pasangan Menado-Batak, Lhuter dan Manaria. Sudah sempat pulang ke Indonesia untuk menitipkan anak mereka pada orang tua yang ada di Indonesia.
"Kami di sini Solid. Biar di kampung torang bakalae terus, mar di sini torang baku sayang," ungkap Jantje Mananpiring (47) saat berkumpulnya para kawanua di dalam peresmian gereja Anthioch International Community (AIC) Incheon Minggu (17/3).
Acara yang dilanjutkan dengan demonstrasi main band para Tole ini ternyata mengundang decak kagum. Rata-rata para Tole ini jago main musik, dan manyanyi. Jadilah lagu Opo wana natas dan O ina ni keke menjadi tembang pemungkas Band Kawanua Withness yang baru terbentuk pada saat pertemuan itu sekaligus menjadi tema yang merekatkan tali persaudaraan para Tou Kawanua di Korea.