Menggali Akar Identitas Orang Minahasa
(Sebuah Jelajah Bibliografis)
oleh
David H. Tulaar
E-mail: dtulaar@yahoo.de
Minahasalogi sebagai Studi ke-Minahasa-an
Minahasalogi memang adalah istilah rekaan. Saya menggunakannya luntuk menamakan keseluruhan proses
studi dan penelitian menggali identitas orang Minahasa. Secara sederhana Minahasalogi bisa didefinisikan
sebagai studi tentang ke-Minahasa-an, yaitu tentang apa, siapa dan bagaimana orang
Minahasa itu; pendeknya, tentang identitas orang Minahasa, tanpa mengabaikan historisitas
dan kontemporaritas identitas termaksud. Artinya, yang disebut identitas orang Minahasa bukanlah
tunggal dan statis, tidak bergerak, melainkan majemuk dan dinamis, bergerak di dalam ruang
dan waktu, di dalam konteks dan di dalam sejarah. Konteks di sini merujuk pada seluruh
faktor dalam ruang yang mempengaruhi perumusan identitas. Sedangkan sejarah merujuk pada
dialektika di dalam waktu antara kontinuitas dan diskontinuitas, antara tradisi dan
perubahan, antara apa yang tetap terpelihara dan apa yang mengalami pembaruan.
Sebenarnya di sini Minahasalogi hanya bermaksud meneruskan jejak langkah banyak pemerhati
dan peneliti mengenai Minahasa sebelumnya. Kita patut berterima kasih kepada banyak orang
di dalam sejarah yang telah memberi perhatian bahkan hidupnya bagi studi ke-Minahasa-an ini.
Sebagaimana tertera pada judulnya, tulisan ini hanyalah merupakan sebuah jelajah bibliografis
tentang Minahasalogi. Maksudnya tidak lain untuk sekedar memberikan gambaran mengenai jejak
langkah yang telah dilakukan oleh banyak orang, dari generasi ke generasi, dari berbagai
bangsa pula, bahkan sampai dua abad ke belakang, mempelajari, mendata, mendokumentasi,
menganalisis dan mempresentasikan pengalaman, pengamatan dan penelitian mereka mengenai
Minahasa. Selain itu tulisan ini juga hendak menantang orang Minahasa kontemporer untuk
melanjutkan jejak langkah itu, sekaligus terus memungkinkan banyak orang bisa mengikuti
jejak langkah tersebut.
Sebagai salah satu rujukan penting untuk Minahasalogi, patut disebut buku dari
Mieke Schouten berjudul Minahasa and Bolaangmongondow: an annotated bibliography 1800-1942
(The Hague: Martinus Nijhoff, 1981). Sesuai judulnya, buku ini memuat daftar tulisan-tulisan
dan buku-buku mengenai Minahasa dan Bolaang Mongondow yang terbit dalam kurun waktu 142 tahun
sejak 1800. Di bawah setiap item judul dan pengarangnya Mieke Schouten memberi sedikit
komentar dan ringkasan isi masing-masing tulisan.
Untuk kurun waktu tersebut Mieke Schouten berhasil menemukan 788 entri tulisan mengenai
Minahasa yang masih terdokumentasi dan naskahnya tersimpan di berbagai perpustakaan dan
pusat arsip di Negeri Belanda hingga kini. Topik-topik naskah-naskah tersebut sangatlah
beraneka, begitu juga dengan para penulisnya. Kebanyakan tulisan memang berasal dari para
missionaris dan pendeta/pastor yang pernah bekerja maupun berkunjung ke Minahasa di abad
ke-19. Banyak juga tulisan yang berasal dari para pegawai pemerintah kolonial masa itu,
serta ada juga naskah yang ditulis dan dikerjakan oleh para peneliti. Selain itu,
ada juga cukup banyak tulisan yang dikerjakan oleh tokoh-tokoh pribumi Minahasa.
Nama-nama G.S.S.J. Ratulangi dan A.L. Waworoentoe termasuk pada kelompok penulis
yang produktif.
Dari antara buku-buku yang didaftarkan oleh Mieke Schouten ini ada beberapa yang sudah
menjadi sangat terkenal dan sering dipakai sebagai referensi utama dalam studi mengenai
Minahasa. Salah satunya adalah buku dua jilid dari N. Graafland, De Minahasa.
Haar verleden en tegenwoordige toestand (Rotterdam: M. Wijt & Zonen, 1867), sebuah laporan
perjalanan pribadi ke berbagai pelosok tanah Minahasa yang menyentuh berbagai aspek
kehidupan pada masa Graafland sendiri sedang bekerja sebagai tenaga misionaris (zendeling)
NZG (Nederlandsche Zendelinggenootschap) di sana. Buku ini kini sudah ada terjemahannya
dalam bahasa Indonesia. Entah mengapa buku ini bahkan sampai dua kali diterjemahkan dan
diterbitkan oleh penerjemah dan penerbit yang berbeda. Terjemahan yang pertama dikerjakan
oleh Yoost Kullit. Buku terjemahannya terbit dengan judul Minahasa: Masa Lalu dan Masa Kini
(Jakarta: Lembaga Perpustakaan Dokumentasi & Informasi, 1987). Sedangkan terjemahan
keduanya dilakukan oleh Lucy R. Montolalu dan terbit dengan judul
Minahasa: Negeri, Rakyat dan Budayanya (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1991).
Menarik dicatat maksud dari Yoost Kullit menerjemahkan bukunya Graafland ini,
sebagaimana yang dituangkannya dalam prakata penerjemah buku terjemahannya,
yaitu "agar kaum muda Minahasa khususnya, rakyat Indonesia yang berasal dari Minahasa
umumnya dapat mengetahui sedikit tentang perkembangan dan kebudayaan orang Minahasa,
yang ketika itu masih terkungkung oleh kebiasaan Alifuru kebiasaan menyembah berhala,
pohon, batu, burung, ular dan segala sesuatu yang bersifat animisme".
Mengenai perspektif yang disebutnya terakhir ini tentu masih bisa didebat lebih lanjut.
Tetapi bahwa ada usaha untuk menerjemahkan buku setebal 1349 halaman dari tahun 1867
dengan motivasi memperkenalkan rekaman kebudayaan Minahasa di masa lalu kepada generasi
muda di tahun 1980-an, ini adalah hal yang sangat luar biasa dan patut dihargai
setinggi-tingginya.
Selain buku ini, Nicolaas Graafland juga menulis banyak monografi yang diterbitkan dalam
Mededeelingen vanwege het Nederlandsche Zendelinggenootschap (lazim disingkat MNZG).
Salah satu yang penting untuk memahami kerohanian dan keberagamaan orang Minahasa zaman
dulu adalah tulisannya yang berjudul ¡°De geestesarbeid der Alifoeren in de Minahassa
gederunde de heidensche periode¡± (MNZG 25, 1887).
Di sini Graafland antara lain menggali kedalaman arti dan makna kerohanian tua di Minahasa
(khususnya di wilayah berbahasa Tombulu), dari masa sebelum ada pengaruh Kekristenan.
Selain mendalami doa-doa tua, ia juga menggali mitos tentang asal-usul manusia dan
beberapa legenda.
Graafland adalah pendiri sekolah guru di Minahasa, yang mula-mula didirikan di Sonder
pada tahun 1851 dan yang tiga tahun kemudian dipindahkan ke Tanawangko. Dokumentasi
dan analisis mengenai sekolah guru yang didirikan dan dikelola oleh Graafland ini bisa
ditemukan panjang lebar dalam bukunya H. Kroeskamp, Early Schoolmasters in Developing
Country: A history of experiments in school education in 19th century Indonesia
(Assen: Van Gorcum & Comp. B.V., 1973). Empat bab disediakan Kroeskamp dalam bukunya
untuk membahas tema pendidikan di Minahasa dan keberadaan sekolah guru ini serta pengaruhnya
terhadap masyarakat Minahasa. Di Tanawangko Graafland juga mulai menerbitkan surat kabar
pertama Minahasa (berbahasa Melayu), ¡°Tjahaja Siang¡±. Analisis mengenai bahasa Melayu
surat kabar ini sudah dilakukan oleh Geraldine Y.J. Manoppo-Watupongoh dalam disertasinya
berjudul Bahasa Melayu surat kabar di Minahasa pada abad ke-19
(Disertasi, Universitas Indonesia, Jakarta, 1983).
Acuan penting lain untuk menggali makna cerita-cerita rakyat di Minahasa adalah buku tiga
jilid dari J.A.T. Schwarz, Tontemboansche Teksten (Leiden: Brill, 1907). Jilid pertama
adalah kumpulan cerita-cerita rakyat yang dikumpulkan Schwarz dan semuanya dalam bahasa
Tontemboan. Seluruhnya ada 141 cerita. Temanya bermacam-macam, mulai dari fabel,
mitos kelahiran desa, kisah asal-usul nama, sampai pada legenda dan mitos tentang
dewa-dewi serta doa-doa. Jilid kedua merupakan terjemahan bahasa Belanda dari jilid pertama
ditambah dengan interpretasi pribadi oleh Schwarz sendiri. Jilid ketiga berisi catatan-catatan
linguistik dan ethnografik terhadap naskah-naskah cerita itu. Schwarz yang sama pula yang
menulis Tontemboansch-Nederlandsch woordenboek met Nederlandsch-Tontemboansch register (Leiden: Brill, 1908).
Selain itu masih banyak karya lain yang ditulis oleh J.A.T. Schwarz yang terbit dalam
MNZG. J.A.T. Schwarz adalah salah satu misionaris NZG yang pernah bertugas di Sonder.
Ayahnya, J.G. Schwarz, adalah misionaris pelopor yang lama bekerja di Langowan,
yang tiba di Minahasa pada tahun 1831 bersama dengan J.F. Riedel, juga misionaris pelopor
yang mengabdikan lebih dari 30 tahun hidupnya, bahkan hingga wafat, di Tondano.
N.P. Wilken adalah nama yang harus disebut jika kita hendak menggali akar kebudayaan
Minahasa. Wilken adalah juga salah seorang misionaris NZG. Banyak tulisan lepas dari
N.P. Wilken yang diterbitkan dalam MNZG. Salah satunya yang sering digunakan sebagai
rujukan adalah tulisan berjudul ¡°Bijdragen tot de kennis van de zeden en gewoonten
der Alfoeren in de Minahassa (MNZG 7, 1863), sebuah presentasi tentang kebiasaan-kebiasaan
pribumi Minahasa pada masa itu. Tulisan ini penuh dengan deskripsi etnografis sekitar
berbagai pandangan dan tata-cara hidup, termasuk kehidupan keagamaan, khususnya di wilayah
Tombulu, sampai pada cerita-cerita fabel dan uraian asal-usul dan arti sejumlah nama tempat
(negerijen). Misalnya nama Tataaran berasal dari kata ¡°tumaar¡± (beloven=berjanji) sampai
menjadi ¡°tataaran¡± (de plaats van belofte=tempat terjadi satu perjanjian).
Alkisah pada zaman dulu orang Tondano dan orang Tombulu sepakat untuk menjadikan tempat ini
(negerij) sebagai tempat transaksi atau baku-tukar barang (ruilhandel).
Berdasarkan perjanjian ini maka tempat tersebut mendapat nama Tataaran.
Selain berminat pada etnologi, N.P. Wilken juga sangat tertarik dengan bahasa-bahasa
setempat. Ia bahkan menulis satu buku berjudul Bijdragen tot de kennis der Alfoersche taal
in de Minahasa (Rotterdam: M. Wijt & Zonen, 1866), yang secara khusus memberi perhatian pada
bahasa Tombulu. Setelah mencatat sejumlah cerita rakyat dan teka-teki dalam bahasa Tombulu,
Wilken menguraikan dalam buku ini tata-bahasa Tombulu, termasuk mengenai bunyi, pembentukan
kata, kata kerja dan seterusnya. |